1.1 Kedudukan Shalat dalam Islam
1.Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang lima, ia adalah amal yang paling utama setelah dua kalimah syahadat, hal itu didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW,
بُنِيَ
الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ
الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
Islam itu dibangun di atas
lima pondasi, yaitu, persaksian bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan
Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan shalat,
haji dan shaum Ramadhan. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi Ahmad dan yang
lainnya.)
2. Sholat merupakan tiang agama,
ketika sholat itu didirikan, maka kesilaman seseorang akan menjadi
kuat, akan tetapi manakala shalat itu ditinggalkan atau dilalaikan
(pelaksanaan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya), maka
keislaman seseorang pun akan hancur.
مَنْ أَسْلَمَ سَلِمَ وَعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ.
Barangsiapa
yang masuk Islam, maka ia akan selamat, dan tiangnya (Islam) adalah
sholat, sedangkan yang meninggikan martabatnya adalah jihad fi
sabilillah." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah Ahmad, Hakim Thabrani dan
Baihaqi)
3. Shalat merupakan amalan pertama kali yang akan dihisab pada hari kiamat, sebagaimana dalam sabda Nabi SAW,
إِنَّ
أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلاَتُهُ ،
فَإِنْ كَانَ أَكْمَلَهَا كُتِبَتْ لَهُ كَامِلَةً ، وَإِنْ لَمْ
يُكْمِلْهَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِمَلاَئِكَتِهِ : هَلْ تَجِدُونَ
لِعَبْدِى تَطَوُّعًا تُكَمِّلُوا بِهِ مَا ضَيَّعَ مِنْ فَرِيضَتِهِ.
Sesungguhnya
amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah
shalatnya, jika ia menyempurnakannya, maka dituliskan baginya pahala
yang sempurna, dan jika tidak menyempurnakannya, maka Allah berfirman
kepada para Malaikat,”Apakah kalian mendapati pada hamba-Ku itu amalan
sunnah, sehingga kalian menyempurnakan dengannya apa-apa yang kurang
dari amalah yang wajibnya.(HR. Ahmad dan Baihaqi)
4. Shalat merupakan penghapus dosa, Rasulullah SAW bersabda,
مَا
مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ
وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا
قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ
كُلَّه.ُ
Tidak ada seorang Muslim yang datang menghadiri shalat
wajib, lalu ia membaguskan (menyempurnakan) wudlunya, kekhusyuannya dan
rukunya, melainkan shalatnya itu akan menjadi kifarat (penghapus) atas
dosa-dosa yang telah dilakukan sebelumnya, selama ia tidak mengerjakan
dosa besar, dan hal itu berlaku untuk sepanjang zaman. (HR. Muslim,
Ahmad dan yang lainnya)
1.2 Philosofi Shalat
1.2.1 Untuk Mengingat Allah
Shalat
merupakan sarana untuk mengingat-ingat karunia Allah yang sedemikian
banyak, termasuk diri kita sebagai makhluk ciptaan-Nya. Maka sebagai
rasa terima kasih atau rasa syukur kita kepada-Nya.
Allah SWT berfirman,
إِنَّنِى أَنَا اللهُ لآإِلَهَ إِلآأَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي.
Sesungguhnya
Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah (yang hak) selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thaha (20)
:14)
1.2.2 Mencegah dari Perbuatan Keji dan Munkar
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ
Dan dirikanlah shalat.Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.(QS. Al-Ankabut (29) : 45)
1.3 Makna-makna Batin dalam Shalat
Yang
dimaksud makna bathin dalam shalat adalah menghadirkan hati atau
khusyu’ di dalam shalat. Menghadirkan hati dalam shalat merupakan
penyempurna untuk nilai shalat di hadapan Allah SWT, sehingga shalat
yang hanya memenuhi syarat dan rukun saja tanpa menghadirkan hati di
dalamnya, maka shalat tersebut hanya berstatus sah saja secara hukum.
Adapun kualitas nilainya akan sangat ditentukan dengan sampai sejauh
mana kehadiran hati di dalam shalat tersebut. Semakin sanggup seorang
hamba menghadirkan hati dalam shalatnya, maka shalat tersebut akan
semakin bernilai di sisi Allah SWT, demikian pula sebaliknya.
Di antara ayat al-Qur’an yang mengharuskan kehadiran dalam shalat, di antaranya :
وَاذْكُر
رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ الْجَهْرِمِنَ
الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ وَلاَتَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ.
Dan
sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa
takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf (7) :205)
Dari
ayat di atas, terlihat jelas bahwa orang yang melaksanakan shalat
dituntut untuk senantiasa berupa menghadirkan bathin atau hati dalam
shalat,; karena ketika hati itu lalai dalam shalat, berarti makna,
hakikat dan kekhusyuan shalat tersebut tidak tercapai. Dan itu semua
tidak bisa terealisasi, maka akan berdampak kepada kerusakan prilaku
sehari-hari. Imam Al-Ghazali mengatakan,”Apabila hati itu khusyu’ dalam
shalat, maka anggota badan atau tingkah laku sehari-hari akan menjadi
baik.”.
Ketika tingkah laku seseorang dalam kesehariannya belum baik,
berarti kualitas kekhuysuan shalatnya harus ditingkatkan; karena shalat
yang sesungguhnya harus mampu memberikan pengaruh positif dalam
kehidupan sehari-hari.
1.4 Sebab-Sebab Makna Bathin
Di antara sebab-sebab yang dapat menghadirkan makna bathin dalam shalat adalah ;
Memahami bacaan shalat setelah menghadirkan hati di dalamnya, akan
ditentukan dengan keseriusan dalam memalingkan pikiran dan ingatan untuk
mengetahui makna bacaan shalat tersebut, dan berupaya untuk
mengendalikan hati yang telah dihadirkan dalam shalat itu dari hal-hal
yang dapat memalingkannya.
Mengagungkan Allah. Mengagungkan
Allah merupakan keadaan hati yang muncul dari dua kesadaran, yaitu :
pertama, menyadari keagungan Allah SWT dan ketinggian-Nya, di mana itu
merupakan dasar keimanan; karena sesungguhnya orang yang tidak menyadari
keagungan Allah SWT, maka akan sangat sulit untuk menundukkan dirinya
agar mengagungkan-Nya. Kedua, menyadari kehinaan diri dan kekotorannya,
karena dengan kesadaran itu seorang hamba akan terdorong untuk
mengagungka Allah SWT, setelah menyadarai betapa Allah itu maha agung
dan maha tinggi.
Al-khouf atau takut akan adzab Allah SWT, ini
adalah keadaan hati seorang hamba yang muncul setelah hamba tersebut
mengetahui dan meyakini kekuasaan Allah SWT, dan menyadari pula bahwa
kekuasaan Allah itu tidak akan pernah berkurang.
Ar-Raja`
(mengharap rahmat Allah SWT). Penyebab munculnya ar-Raja` adalah
meyakini dan menyadari kelembutan Allah dan kemuliaan-Nya serta
nikmat-Nya yang menyeluruh, termasuk janji Allah Allah SWt bagi
hamba-hamba-Nya yang melaksanakan shalat (surga). Apabila keyakinan
tersebut telah didapatkan, melalui janji dan pengetahuan akan
kelembutan-Nya, niscaya keduanya akan melahirkan ar-Raja` dalam hati.
Al-Hayaa` (merasa malu). Perasaan malu akan muncul dalam hati seseorang
apabila mengetahui dan menyadari kekurangan diri dalam ibadah, termasuk
dalam menjalankan shalat. Munculnya rasa malu juga diperkuat oleh
kesadaran diri terhadap aib dan kelalaian-kelalaian yang dilakukannya
serta ketidak-ikhlasan dalam beramal. Maka semakin sering orang
melakukan kemaksiatan berarti ia semakin tidak menyadari kekurangannya,
dan pada gilirannya akan semakin tidak malu untuk melakukan berbagai
kemaksiatan, dan ketika itu terjadi, berarti ia tidak malu lagi dengan
Yang Maha Kuasa.
1.5 Hal-hal yang Dimakruhkan dalam Shalat
Untuk
mendapatkan kesempurnaan shalat dari sisi hukum, bukan hanya syarat,
rukun atau sunnah-sunnah yang harus diperhatikan, akan tetapi hal-hal
yang dimakruhkan di dalam shalat juga harus diperhatikan. Adapun hal-hal
yang dimakruhkan dalam shalat itu di antaranya :
1. Menengadahkan pandangan ke atas. Hal ini ber-dasarkan sabda Rasulullah SAW
مَا
بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي
صَلَاتِهِمْ فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى قَالَ لَيَنْتَهُنَّ
عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ.
"Apa yang membuat
orang-orang itu mengangkat peng-lihatan mereka ke langit dalam shalat
mereka? Hendak-lah mereka berhenti dari hal itu atau (kalau tidak),
nis-caya akan tersambar penglihatan mereka." (HR. Al-Bukhari dan Muslim
meriwayatkannya dengan makna yang sama)
2. Menoleh atau melirik, terkecuali apabila diperlukan.
Hal ini berdasarkan perkataan Aisyah radhiallaahu anha. Aku ber-tanya
kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam tentang seseorang yang
me-noleh dalam keadaan shalat, beliau menjawab:
عَنْ عَائِشَةَ
قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
الِالْتِفَاتِ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ هُوَ اخْتِلَاسٌ يَخْتَلِسُهُ
الشَّيْطَانُ مِنْ صَلَاةِ الْعَبْدِ.
"Itu adalah pencurian yang
dilakukan syaitan dari shalat seorang hamba." (HR. Al-Bukhari dan Abu
Daud, lafazh ini dari riwayatnya)
3. Menyapu kerikil yang ada di tempat sujud (dengan tangan) dan meratakan tanah lebih dari sekali. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW
عَنْ
مُعَيْقِيبٍ قَالَ ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْمَسْحَ فِي الْمَسْجِدِ يَعْنِي الْحَصَى قَالَ إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ
فَاعِلًا فَوَاحِدَةً
"Dari Mu'aiqib, ia berkata, 'Rasulullah
Shallallaahu alaihi wasallam menyebutkan tentang menyapu di masjid
(ketika shalat), maksudnya menyapu kerikil (dengan telapak tangan).
Beliau bersabda, 'Apabila memang harus berbuat begitu, maka hendaklah
sekali saja'." (HR. Muslim)
4. Shalat sambil menahan buang air kecil atau besar, dan sebagainya yang mengganggu ketenangan hati. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW
لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ.
"Tidak
sempurna shalat (yang dikerjakan setelah) makanan dihidangkan dan
shalat seseorang yang menahan buang air kecil dan besar." (HR. Muslim)
1.6 Cara untuk Menghadirkan Hati dalam Shalat
Sesungguhnya,
seorang Mukmin harus senantiasa mengagungkan Allah SWT, takut akan
adzab-Nya, selalu mengharap rahmat-Nya dan merasa malu atas kelalaian
dirinya. Keadaan ini tidak akan hilang setelahnya seorang hamba memiliki
sebuah keyakinan yang kuat, karena semuanya muncul dari sebuah
keimanan, maka keimanan yang kuat akan menjadi dasar untuk memunculkan
semua sikap tersebut. Ketika itu semua (mengagungkan Allah, takut
kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya dan rasa malu kepada-Nya) tidak ada
didalam sholat, maka akan mengakibatkan lalainya hati dari shalat itu
sendiri, dan tidak ada yang melalaikan hati dari shalat, kecuali
urusan-urusan yang bersifat duniawi.
Maka tidak ada obat lain
untuk dapat menghadirkan hati dalam shalat, kecuali membentengi hati
dari urusan-urusan duniawi, khususnya ketika akan melaksanakan shalat,
termasuk ditengah-tengah pelaksanaan shalat; karena hati ini terkadang
dipermulaan amal khusyu’, akan tetapi di tengah-tengah pelaksanaan amal
menjadi berubah. Sehingga pengawasannya pun harus dilakukan sejak awal,
ditengah-tengah dan di akhir pelaksanaan amal, hal tersebut diungkapkan
oleh Imam Al-Ghazali.
1.7 Kisah Teladan Seputar Shalat
• Sa’id bin Al-Musayyab,
seorang pembesar Tabi’in, ia memiliki perhatian yang sangat besar
terhadap shalat lima waktu, ia tidak pernah mendengar adzan kecuali
dirinya telah siap untuk sholat berjama’ah di mesjid. Pada suatu ketika
ia ditimpa sakit dan menghantarkannya keharibaan Allah AWT, pada saat ia
sakarotul maut , putrinya menangisi keadaan beliau, akan beliau masih
sempat memberikan semangat kepada putrinya dengan perkataannya: wahai
putriku janganlah engkau menangisi kematianku, karena sesungguhnya aku
sejak empat puluh tahun tidak pernah mendengar seorang muadzin
melantunkan adzan di mesjid, kecuali aku telah berada di dalam mesjid
untuk sholat berjamaah.
• Dikisahkan, seorang zahid yang ahli ibadah (Al-Ahmasy),
ia selalu memotivasi puterinya untuk selalu memelihara shalat dengan
melaksanakannya diawal waktu. Pada suatu hari, ia berkata kepada
puterinya,”Demi Allah, wahai puteriku! Aku tidak pernah ketinggalah
takbiratul ihram untuk shalat berjamaah selama empat puluh tahun.”
•
Dari kisah-kisah di atas, kita bisa melihat semangat Ulama Salaf dalam
melakukan ibadah (shalat) diawal waktu. Bagi mereka shalat bukan hanya
sebagai kewajiban, akan tetapi mereka menganggapnya sebagai kebutuhan
yang tidak bisa ditunda, sehingga mereka tidak rela kalau harus
ketinggalan shalat berjamaah di mesjid.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar