HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA DALAM WELFARE STATE
M.
BUDI MULYADI SH.1
Abstak
Hukum
Adsministrasi Negara merupakan salah satu tool atau alat bagi implementasi
tujuan negara kesejahtraan welfare state, maka pemahaman Hukum Administrasi
Neagara menjadi satu hal yang sangat pital untuk dikembangkan dalam kehidupan bernegara.
Kata
Kunci: welfare state atau sosial service-state,
yaitu negara yang pemerintahannya bertanggung jawab penuh untuk memenuhi
berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi dari setiap warga negara agar
mencapai suatu standar hidup yang minimal
I. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
menyiratkan bahwa Indonesia adalah negara hukum (recht staat ), konsep
negara hukum telah menjadi suatu masalah yang menarik dan banyak disoroti oleh berbagai
ahli, guna dibahas dalam diskusi-diskusi, persoalan ini pada dasarnya telah
lama dijadikan perbincangan, sebab sejak dahulu kala orang telah mencari arti
negara hukum, diantaranya para pilosup yunani kuno. Plato mengemukaan konsep “nomoi”
yang dapat dianggap sebagai cikal bakal pemikiran tentang negara hukum. Aristoteles mengemukakan ide negara hukum yang dikaitkanya dengan arti negara yang dalam perumusannya masih terkait kepada “Polis”. Selanjutnya meskipun ide tentang negara hukum telah lama diungkapkan oleh para ahli, namun dipandang dari segi penggunaan istilah “negara hukum” istilah tersebut sebenarnya baru mulai tampil ke muka dalam abad kesembilan belas.
yang dapat dianggap sebagai cikal bakal pemikiran tentang negara hukum. Aristoteles mengemukakan ide negara hukum yang dikaitkanya dengan arti negara yang dalam perumusannya masih terkait kepada “Polis”. Selanjutnya meskipun ide tentang negara hukum telah lama diungkapkan oleh para ahli, namun dipandang dari segi penggunaan istilah “negara hukum” istilah tersebut sebenarnya baru mulai tampil ke muka dalam abad kesembilan belas.
Perkembangan tipe negara hukum membawa konsekwensi terhadap peran
Hukum Administrasi Negara (HAN), karena semakin sedikit campur tangan negara
dalam kehidupan masyarakat akan semakin kecil pula peran HAN didalamnya,
sebaliknya dengan semakin intensifnya campur tangan tadi akan semakin besar
pula peran HAN.
1 BUDI MULYADI
SH. Staf Pengajar & Deputy Bagian Umum Fakultas Hukum Universitas
Suryakancana Cianjur.
Hal ini sejalan dengan konsep negara welfare state,
administrasi negara diwajibkan untuk berperan secara aktif diseluruh segi
kehidupan masyarakatnya, maka ini malah merupakan salah satu sipat khas
pemerintahan moderen (negara hukum moderen). Maka penulis mencoba ingin
membedah bagaimana substansi peran Hukum Administrasi Negara seperti pendapat Wade
and Phillips yang memberikan batasan-batasan sebagai berikut :
1. Kaidah hukum yang mengatur bagaimana organ-organ kekuasaan
negara menjalankan kekuasaannya.
2. Kaidah hukum yang mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga
negara (administrasi negara) yang ada, dan antara lembaga negara (administrasi
negara) dengan masyarakat (warga negara)
3. Kaidah hukum yang sekaligus memberikan jaminan dan perlindungan
baik bagi masyarakat maupun administrasi negara itu sendiri.
Selanjutnya dalam tataran implementasi dari peran administrsi
negara sebagai pembatasan kekuasaan dapat dilihat dari instrumen-instrumen HAN
yang dipandang dapat menjadikan peran masing-masing seperti pemrintah sebagai
pejabat administrasi negara dan masyarakat sebagai konstituen yang harus
dilayani oleh pejabat atau fungsi administrasi negara ini harus berjalan dengan
seimbang satu sama lain. Apabila ada gesekan yang berhubungan dengan peran dan
pungsi administrasi negara dengan masyarakat maka hukum administrasi negara ini
menjadi regulasi yang dapat menyjadi pemecahan masalah agar tidak merugikan
salah satu pihak. Agar dapat mempermudah studi kepustakaan ini maka kiranya
diperlukan identifikasi masalah untuk memudahkan dalam pembahasannya
selanjutnya sebagai berikut: Pertama, Apa yang dimaksud Hukum
Administrasi Negara ? Kedua, Bagaimana Peran Sebagai Substansi Hukum
Administrasi Negara ? Untuk hal tersebut maka penulis akan berupaya
mengelaborasi materi tersebut dengan tulisan yang berjudul “HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA DALAM WELFARE STATE”
II. PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum Dan Kekuasaan
Beberapa sarjana
mengemukakan pengertian Hukum Tata pendapatnya tentang Negara, sebagai berikut;
1. Van der Pot
Hukum
Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang
diperlukan, wewenang masing-masing badan, hubungan antar badan yang satu dengan
yang lain, serta hubungan antara badan-badan itu dengan individu-individu
didalam suatu Negara.
2. Van Vollen Hoven
Hukum Tata Negara adalah
hukum yang mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan
menurut tingkatannya dan masing-masing masyarakat hukum itu menentukan wilayah
lingkungan rakyatnya dan menentukan badan-badan serta fungsinya masing-masing
yang berkuasa dalam masyarakat hukum itu, serta menentukan susunan dan
wewenang dari badan-badan tersebut.
3. Logemann
Hukum Tata Negara adalah hukum yang
mengatur organisasi Negara. menurut Prof.Logemann adalah suatu organisasi
kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta
menyelenggarakan sesuatu masyarakat.
4. Mac Iver
Menurut Mac Iver bahwa Negara itu
sebagai suatu political orgaization,harus di bedakan dari
”masyarakat”.Negara itu suatu Organisasi politik yang ada di dalam masyarakat,
tetapi negara itu bukan bentuk dari masyarakat.Negara itu organisasi dalam
masyarakat, yaitu organisatie-kapstok.
5.
Prof. Kusumadi Pudjosewojo, S.H.
Dalam bukunya Pedoman Pelajaran
Tata Hukum Indonesia menyebutkan bahwa:”Hukum Tata Negara ialah hukum yang
mengatur tata negara (kesatuan atau federal),dan bentuk pemerintahan (kerajaan
atau revublik), yang menunjukan masyarakat-masyarakat hukum yang atasan maupun
yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatan (hierarchie), yang selanjutnya
menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat hukumitu dan akhirnya
akhirnya menunjukan paerlenglkapan dari masyarakat hukum itu sendiri.
Dari sudut
etimologi, kekuasaan secara sederhana dan umum diartikan sebagain “kemampuan
berbuat dan bertindak” (power is an abnility to do or act). Sedangakan didalam kamus hukum,
kekuasaan diberi pengertian sebagai :
“…, is ability on the part of a person to produce a change in a
given legal relation by doing a given act,” atau pun juga; “…, is
aliberty authority reserved by, or limited to, a person to dispose of real or
personal property, for his own benefit, or benefit of others, or enabling one
person to dispose of interest which is vested in another,”
Pengertian
menurut kamus bahasa dan kamus hukum tersebut memperlihatkan bahwa kekuasaan
adalah suatu kemampuan yang terdapat didalam hubungan
antar manusiaa (sosial) sebagai wadah penerapan kekuasaan, dapat juga dipahami
dan definisi yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo, yaitu
: “ …,kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah
laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa hingga tingkah laku itu
sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempuanyai kekuasaan itu”.
Setiap
individu mempunyai beraneka ragam meksud dan tujuan yang hendak diperolehnya
dan pelksanaan interaksi sosial. Oleh sebab itu upaya-upaya “mempengaruhi pihak
lain” menjadi sentral dari tiap-tiap penyelenggaraan kekuasaan. Bahkan mendasar
dari hal itu, kekuasaan sering diasumsikan sebagai nilai yang seolah-olah wajib
untuk dipunyai. Dengan demikian pengendalian pihak-pihak lain dari syarat
mutlak, yakni terutama dalam rangaka memelihara keselamatan diri maupun harta
benda sendiri.
Keadaan
serupa tercermin pada definisi kekuasaan yang
dikemukakan oleh Ossip K. Flechtheim, yakni: “…,merupakan keseluruhan
dari kemampuan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan
dari pihak lain…,untuk tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan”. Dari
beberapa pengertian yang telah dipaparkan, kiranya dapat diketahui beberapa hal
esensial tentang kekuasaan, yaitu sebagai berikut:
1. Merupakan kemampuan untuk
mempengaruhi atau pengendalikan pihak lain;
2. Terdapat di dalam suatu
interaksi sosial;
3. Mencakup seluruh hubungan
dan proses yang terdapat pada interaksi sosial;
4. Mengandung aspek paksaan (memaksa);
serta
5. Mempunyai maksud dan
tujuan penyelenggaraan.
Selanjutnya, apakah yang dimaksus dengan kekuasaan negara ? negara
sering dipandang sebagai interaksi kekuasaan. Disamping pandangan tersebut
masih terdapat pengertian-pengertian lain tentang negara. Dari sekian banyak
pengertian dapat disebutkan setidaknya tiga pengertian negara, yaitu:
1. the organization of sosial life which
exersice sovereign power in behalf of the people;
2. A body
of people accupying a definite territory and politically organized under one
government; atau juga
3. A
territorial unit with a distinc general body of law.
Bedasarkan
pengertian diatas, secara etimologi, kekuasaan negara dapat kiranya diartikan
sebagai “kemampuan organisasi kehidupan sosial dalam suatu wilayah untuk
memaksa seluruh golongan dan kelompok sosial dalam suatu wilayah untuk memaksa
seluruh golongan dan kelompok sosial yang ada, secara sah berdasarkan
ketentuan-ketentuan hukum untuk mecapai tujuan kehidupan bersama yang
ditetapkan sebelumnya”.
Pihak
atau organ yang menyelenggarakan kekuasaan negara adalah pemerintah, baik dalam
arti sempit – terbatas hanya adminstrasi negara (lembaga eksekutif) – maupun
dalam arti luas – meliputi seluruh badan kenegaraan yang terdapat di dalam
negara. Kekuasaan, menurut pakar sosiologi – politik, berasal dari lima sumber,
yaitu:
1.
Kekuatan (kekerasan) fisik;
2.
Kedudukan atau jabatan;
3.
Kekayaan;
4.
Kepercayaan atau keyakinan;
5.
Ketrampilan dan keahlian.
B.
Sumber Kekuasaan Administrasi Negara.
Pembahasan
sumber kekuasaan negara ini akan sangat menarik apa bila kita coba elaborasi dari paham-paham yang pernah ada,
sumber kekuasaan negara taupun kekuasaan yang dimiliki penguasa (penyelenggara)
negara, dapat dipahami melalui lima teori (paham) kedaulatan. Kelima paham
diatas, sumber kekuasaan negara taupun kekuasaan yang dimiliki penguasa
(penyelenggara) negara, dapat dipahami melalui lima teori (paham) kedaulatan.
Kelima paham kedaulatan tersebut adalah:
1 Paham Kedaulatan Tuhan
Terdapat
daua klasifikaasi paham kedaulatan Tuhan, yang masing-masingnya diwakili oleh
pandangan Augustinus (klasik) serta Thomas Aquinas (hukum
moderat; modern). Meski menyiratkan perbedaan tertentu, namun kedua
mengasumsikan bahwa kekuasaan negara adalah berasal dari Sang Pencipta (Tuhan).
Sebagai konsekuensi logisnya, masyarakat berhak menolak (tidak mentaati)
berbagai perintah dari penguasa yang melanggar ketentuan atau norma.
2 Paham Kedaulatan Raja
Kekuasaan dimiliki oleh penguasa negara (raja) karena keabsolutan
negara, yang digambarkan Thomas Hobbes sebagai “leviathan” –
makhluk yang kaut tanpa tandingan. Oleh sebab itu negara dapat memastikan dan
memaksakan ketaatan masyarakat terhadap berbagai peraturan yang ditetapkannya.
Keabsolutan sifat dari negara mengakibatkan warga masyarakat sama sekali tidak
memiliki hak apapun terhadap negara;
3 Paham Kedaulatan Negara
Menurut paham
kedaulatan negara, bahwa kekuasaan yang terdapat di dalam negara merupakan
resultan dari kodrat alam. Oleh inspirator paham ini – antara lain, George
Jellineck dan Paul Laband – dikemukakan bahwa kekuasaan penguasa
adalah yang tertinggi. Setiap perintah dari penguasa negara yang
dimanisfestasikan dalam hukum haruslah
ditaati oleh masyarakat;
4 Paham Kedaulatan Rakyat
Paham ini dipelopori oleh Jean Jacques Rousseau, John Locke dan
Montesquieu. Secara garis besarnya, menurut mereka, kekuasaan negara
yang diselenggarakan oleh para penguasa adalah berasal dari rakyat. Hal
tersebut dinmungkinkan karena negara pada hakekatnya adalah produk dari
perjanjian di antara masyarakat. Sebagai konsekuensinya, bahwa setiap hukum
akan mengikat sepanjang itu disetujui oleh rakyat;
5 Paham Kedaulatan Hukum
Kekuasaan tertinggi di dalam negara, menurut paham yang dipelopori
oleh Immanuel Kant serta Leon Duguit, bukan bersumber dari Allah,
Raja, Negara ataupun Rakyat. Segala kekuasaan negara yang diselenggarakan penguasa
maupun oleh rakyat, pada dasarnya berasal dari hukum. Konsokuensinya, bahwa
kekuasaan yang diperoleh tidak berdasarkan hukum dipandang tidak sah dan tidak
perlu ditaati.
III. HUKUM ADMINISTRASI DAN NEGARA WELFARE STATE
Ø
Pengertian Hukum Administrasi Negara
Sebagai bagian dari ilmu sosial, baik substansi maupun pengertian
hukum administrasi negara terus berkembang seiring dengan perkembangan
masyarakat. Di abad pertengahan, misalnya, hukum administrasi negara banyak
diberi pengertian sebagai aturan-aturan hukum yang harus diperhatikan oleh
perlengkapan negara didalam menjalankan pekerjaan (tugas)nya.
Pengertian tersebut kemudian berkembang menjadi serangkaian aturan
hukum yang mengatur cara bagaimana administrasi negara menjalankan fungsinya,
yakni pada awal abad 20. Perkembangan pengertian itu terjadi disebabkan semakin
kompleksnya fungsi-fungsi pemerintah yang diselenggarakan oleh administrasi
negara. Berbagai perkembangan dalam kehidupan masyarakat yang mempengaruhi
fungsi-fungsi adminstrasi negara cukup berpengaruh pada batasan pengertian yang
dikemukakan kalangan ilmuwan hukum. Berikut ini akan dikemukakan definisi hukum
administrasi negara dari beberapa sarjana hukum.
Menurut de La Bassecour Caan, bahwa yang dimaksud dengan hukum
administrasi negara adalah: “…..,himpunan peraturan-peraturan tertentu yang
menjadi sebab maka negara berfungsi (beraksi). Maka peraturan-peraturan itu
mengatur hubungan-hubungan antar tiap-tiap warga (negara) dengan pemerintahnya ”.
Kemudian oleh Van Vollenhoven disebutkan bahwa, “Hukum adminstrasi
negara adalah suatau gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan
yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya
yang diberikan kepadanya oleh hukum tata negara”.
Melalui batasan pengertian yang dikemukakannya, Van Vollenhoven
hendak memaparkan bahwa HAN merupakan kelanjutan dari HAN. Hukum
Administrasi Negara menggambarkan pada kita tentang negara dalam keadaaan
bergerak (staats in berweging).
Sedangkan menurut J.H.A. Logemann, hukum administrasi
negara adalah: “…, hukum mengenai hubungan-hubungan antara jabatan-jabatan satu
dengan yang lainnya, serta hukum antara jabatan-jabatan negara itu dengan para
warga masyarakat.” Meskipun didefinisikan secara beraneka ragam, tetapi dari
pendapat ketiga sarjana tersebut dapat dipahami setidaknya dua hal essensial
tentang hukum administrasi negara, yaitu:
- Merupakan aturan hukum yang mengatur dan menyebabkan negara berfungsi;
- Merupakan aturan hukum yang mengatur hubungan antara administrasi negara dengan masyarakat.
Keanekaragaman pengertian yang diberikan terhadap hukum
adminstrasi negara juga ditemikan di antar pakar hukum di Indonesia. Hal ini
dapat dilihat pada beberapa pengertian berikut ini. Hukum administrasi negara,
atau yang disebut sebagai hukum pemerintahan, menurut E. Utrecht17
adalah: “…., menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan
para pejabat (ambtsdragers) administrasi negar melakukan tugas mereka yang
khusus”.
Selanjutnya oleh Muchsan hukum adminstrasi negara dirumuskan
sebagai “hukum mengenai struktur dan kefungsian administrasi negara”. Dengan
demikian, hematnya, hukum adminstrasi negara dapat dibedakan dalam dua jenis,
yaitu:
1. Sebagai HAN, hukum mengenai operasi dan pengendalian kekuasaan
adminstrasi, ataupun pengawasan terhadap penguasa-penguasa administrasi;
2. Sebagai hukum buatan administrasi, maka HAN merupakan hukum
yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan UU.
Di satu bagian lain,
Prajudi Atmosudirdjo berpendapat bahwa hukum administrasi negara adalah
“….,hukum yang mengenai
pemerintah beserta aparatnya yang terpenting yakni administrasi negara”, atau merupakan:
“…, hukum yang mengatur
wewenang, tugas, fungsi dan tingkah laku para Pejabat Administrasi Negara yang bonafide,
artinya : yang tertib, sopan, berlaku adil dan objektif, jujur, efisien dan
fair (sportif)”. Pada bagian lain, menurutnya, bahwa hukum administrasi negara pada
dasarnya dapat dibedakan dalam dua klasifikasi, yakni:
1 HAN
heteronom, merupakan hukum yang mengatur seluk beluk administrasi negara,
mencakup tentang:
a. Dasar-dasar prinsip-prinsip umum
administrasi negara
b.Organisasi
administrasi negara, termasuk juga pengertian dekonsentrasi dan desentralisasi;
c. Berbagai aktivitas dari administrasi
negara;
d. Seluruh sarana administrasi negara;
serta
e. Badan peradilan administrasi.
2 HAN otonom, merupakan
hukum yang dibentuk oleh administrasi negara sendiri.
Ø Perluasan Kekuasaan Administrasi Negara
Negara hukum modern telah
terjadi suatu peluasan kekuasaan yang dimiliki administrasi negara. Perluasan
tersebut tidak hanya dibidang penyelenggaraan pemerintahan saja, akan tetapi
juga mencakup bidang pembuatan perundang-undangan (materiil) dan bidang peradilan (voluntaire
juridictie). Mengingat
argumentasi teoritis maupun praktis yang menegaskan bahwasanya suatu kekuasaan
cenderung diselewengkan, apalagi jika kekuasaan itu sedemikian luas dimiliki,
maka sudah tentu dibutuhkan upaya pembatasan terhadapnya. Bagi negara
kesejahteraan (welfare state), pembatasan itu akan sangat mendukung
pencapaian hasil-hasil yang lebih baik dan mantap dari pelaksanaan fungsi bestuurszorg.
C.
Penyelenggaraan Pemerintahan Welfare – State
Konsep welfare state atau sosial service-state,
yaitu negara yang pemerintahannya bertanggung jawab penuh untuk memenuhi
berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi dari setiap warga negara agar
mencapai suatu standar hidup yang minimal, merupakan anti-tesis dari
konsep “negara penjaga malam” (nachtwakerstaat) yang tumbuh dan
berkembang di abad ke 18 hingga pertengahan abad ke 19.
Didalam negara penjaga malam atau negara
hukum dalam arti sempit (rechtstaat in engere zin). Pemerintah hanya pempertahankan dan
melindungi ketertiban sosial serta ekonomi berlandaskan asas “laissez faire,
laissez aller”. Negara dilarang keras untuk mencampuri perekonomian maupun
bidang kehidupan sosial lainnya. Dengan perkataan lain, administrasi negara
bertugas (berfungsi) untuk mempertahankan suatu staatsonthouding, yakni prinsip
pemisahan negara dari kehidupasn sosial – ekonomi masyarakat. Dalam konsep welfare
state, administrasi negara diwajibkan untuk berperan secara aktif di
seluruh segi kehidupan masyarakatnya. Dengan begitu sifat khas dari suatu
pemerintahan modern (negara hukum modern) adalah, terdapatnya pengakuan dan
penerimaan terhadap peranan-peranan yang dilakukannya sehingga suatu kekuatan
yang aktif dalam rangka membentuk (menciptakan) kondisi sosial, ekonomi dan
lingkungan fungsinya.
Perkembangan
masa yang berlangsung mengakibatkan perubahan secara mendasar atas peranan dan
fungsi-fungsi yang diselenggarakan pemerintah. Negara selaku integritas
kekuasaan massa, sudah tentu suatu tingkat kestabilan khusus dalam sistem
sosialnya untuk tetap dapat mempertahankan keseimbangan antara peranan atau
penyelenggaraan fungsi-fungsinya dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Dalam
upaya mencapai hal tetrsebut, tidak saja diperlukan keselarasan atas
tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh kelompok kelompok sosial maupun kelompok –
kelompok ekonomi yang terdapat pada negara, akan tetapi juga kreativitas untuk
menciptakan secara terarah berbagai kondisi kesejahteraan sosial yang
dikehendaki masyarakat.
Sebagai
konsekuensi dari melekatnya fungsi servis publik (bestuuszorg), maka
administrasi negara makin dipaksa untuk menerima tanggung jawab positif dalam
hal menciptakan dan mendistribusikan tingkat pendapatan maupun kekayaan, serta
menyediakan program kesejahteraan rakyat. Hal tersebut khususnya dalam bidang
pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, perlakuan hukum yang sama, jaminan
sosial…. Melalui upaya-upaya itu eksistensi pemerintah hampir diseluruh dunia,
tumbuh menjadi suatu pemerintah yang besar dan kuat, baik itu didalam runag
lingkup fungsi maupun jumlah personal yang dibutuhkannya untuk melaksanakan tanggung
jawabnya.
Setidak-tidaknya
ada dua masalah penting akibat terjadnya perkembangan peranan dan fungsi
administrasi negara. Pertama, dengan makin pesatnya pertambahan jumlah personal
penyelenggara fungsi servis publik, maka diasumsikan akan terjadi peningkatan
jumlah korban sebagai akibat penekanan rejim pemerintah.
Hubungan
asumsi seperti itu, mungkin, cukup tercermin dari kecenderungan semakin
tingginya penyelewengan – tindakan yang merugikan rakyat- dalam mencapai atau
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kedua, yakni masalah yang jauh lebih
mengkhawatirkan, adalah kemungkinan terjadinya pemusatan kekuasaan pada
administrasi negara. Kemungkinan tersebut lebih terbuka dengan diberikannya
suatu “kebebasan” untuk bertindak atas inisiatif sendiri (freies ermessen;
pouvoir discretionnaire) guna menyelesaikan permasalahan yang sdang dihadapi
dan perlu segera diselesaikan.
IV. P E N U T U P
Dari analisis
yang dilakukan terhadap masalah-masalah yang dikemukakan, dapat ditemukan
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Hukum Administrasi Negara (HAN)
sangat penting dan dibutuhkan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara oleh
administrasi negara. Keberadaan hukum administrasi negara tersebut adalah dalam
satu visi. Di satu bagian, hukum administrasi negara berperan mengatur wewenang,
tugas dan fungsi administrasi negara berperan mengatur wewenang, tugas dan
fungsi administrasi negara. Sedangkan pada bagian lain, hukum administrasi
negara berperan membatasi kekuasaan yang diselenggarakan oleh administrasi
negara;
2. Hukum administrasi negara
mengakibatkan sikap tindak administrasi negara harus senantiasa rechtmatige dan
wetmatige.
3. Di dalam pemerintahan welfare
state, hukum administrasi negara berperan menyelaraskan seluruh sikap tindak
dan penggunaan kekuasaan negara oleh administrasi negara, dengan nilai-nilai
kemanusiaan dari segenap anggota masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
o
Moh. Kusnardi dan Harmaili Ibrahim, Pengantar Hukum
Tata Negara Indonesia, Pusat setudi HTN UI dan Sinar Bakti, Jakarta, 1980
o
BUDI MULYADI SH. Staf Pengajar & Deputy Bagian
Umum Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Cianjur.
o
Djokosutomo, Hukum Tata Negara, dihimpun oleh Harun
Alrasid, Ghalia Indonesia, Jakarta,1982
o
SF. Marbun dkk., Dimensi-dimensi pemikiran Hukum
Administrasi Negara, UII Perss, Yogyakarta, 2004
o
Maria Budiardjo, Dasar-Dasar Ilum Politik, Gramedia,
Jakarta, 1982ranz
o
Magnis Suseno, Kuasa dan Moral, Gramedia, Jakrta,
1988
o
Muchsan, Beberapa catatan Tentang Hukum Administrasi
Negara Dan peradilan Administrasi negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta,
1981
o
E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara
Indonesia, Ichtiar, Jakarta, 1961
o
Bachsan Mustafa, Pokok-pokok Hukum Administrasi
Negara, Alumni Bandung,1985
o
Prajudi Atmosudirdjo, HukumAdministrasi Negara,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986
o
Muchsan, Beberapa Hukum Administrasi Negara
Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1982
0 komentar:
Posting Komentar